Sunday, June 7, 2020




RASUL  JUGA  MANUSIA

Musyawarah itu Perlu dan Penting.
Rasulullah SAW sangat menghargai musyawarah. Ini luar biasa karena sebagai Rasul dan Nabi sebetulnya apa pun yg diperintahkan akan dituruti pengikutnya.

Menjelang perang Badar misalnya, Rasulullah meminta pandangan para sahabatnya, mengenai perlu atau tidaknya peperangan ini.  Orang-orang Muhajirin sudah memberikan pandangannya, namun beliau belum merasakan cukup. Setelah meminta pandangan mereka lagi, orang-orang Kaum Khazraj dan Aus pun mengutarakan pandangannya. Barulah Rasul mengambil keputusan akhirnya.  Dengan begitu,  beliau menghapus segala keraguan di hati siapapun, dengan gaya musyawarah.

Sesaat sebelum terjadi peperangan, Rasulullah mengambil tempat di dekat mata air di Badar.  Hubab bin Mundzir mendekati Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah apakah tempat ini memang tempat yang ditentukan Allah  untuk engkau, sehingga kita tak boleh maju atau mundur dari tempat ini.  Atau apakah ini hanya pendapat dan siasat dalam peperangan?.  Rasul  menjawab: “ini  hanya pendapatku sendiri sebagai siasat dalam peperangan”.

Hubab berkata lagi: “Ya Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang baik bagi kita. Maka marilah kita semua mengambil tempat di mata air yang terdekat kepada musuh.  Lalu kita turun di tempat itu, dan kita gali sumur-sumur di belakangnya  dalam-dalam.  Lalu kita buat kolam-kolam dan kita penuhi dengan air.  Saat kita berperang, kita dapat minum air sedang musuh tidak bisa minum”.

Rasulullah saw akhirnya menyetujui usulan Hubab, sambil  berkata: “kamu telah memberikan pendapat yang benar”.   Maka beliau beserta para pengikutnya  berjalan sampai ke mata air yang terdekat dengan musuh, lalu bermukim di situ.  Selanjutnya Rasul menyuruh menggali sumur dalam-dalam, dan membuat kolam-kolam yang dipenuhi dengan air.
Strategi ini ternyata membuahkan hasil yang bagus. Pasukan Rasulullah saw memperoleh kemenangan gemilang dalam perang Badar ini, meskipun jumlah tentaranya hanya sepertiga pasukan musuh.  Ini buah dari musyawarah gaya Nabi saaw.

Tak Usah Ngotot dengan Pendapat Sendiri.
Di kesempatan lain, Rasulullah saw mengetahui bahwa  orang-orang Quraisy sedang menuju ke Medinah untuk melakukan penyerangan.
Rasul lalu berkata kepada para sahabatnya, “kamu semua tetap saja di madinah, dan nanti bila orang-orang Quraisy masuk ke Madinah maka akan kita hadapi mereka, akan kita lempari dengan panah dari atas rumah”.

Nabi saw enggan menghadapi orang-orang Musyrik itu di tanah lapang, sebab orang musyrik sangat banyak jumlahnya sedangkan orang muslim hanya sedikit.  Beliau  memilih melawan mereka di dalam kota Madinah supaya golongan yang sedikit itu bisa memperoleh kemenangan. Sementara  Abdullah bin Ubai bin salul pun memilih hal serupa.
Namun taktik ini kurang menyenangkan hati sebagian kaum Muslimin. Mereka  sangat menyesal karena sebelumnya tidak ikut perang Badar. Padahal di antara mereka  terdapat orang-orang kuat serta pemuda-pemuda yang berani menghadapi musuh dan rindu mati sahid.  Mereka berkata: “hari ini adalah hari kami.  Nanti marilah kita keluar menggempur musuh kita sehingga kita tidak disangka pengecut atau orang-orang yang lemah”.

Abdullah bin Ubai berkata: “Wahai Rasulullah, lebih baik  tetap sajalah di  di Madinah jangan keluar menyerang musuh,  Demi Allah.   Selama ini, bila kami keluar menghadapi musuh mereka banyak membunuh kami, tapi bila musuh-musuh masuk Madinah kamilah yang banyak membunuh mereka.  Maka biarkanlah mereka masuk kota wahai rasulullah…”, dan berbagai alasan lagi yang dikemukakan Abdullah.
Sebagian besar sahabat, di antaranya Hamzah, Sa’ad bin Ubadah, dan Nu’man bin Malik menjawab: “sesungguhnya wahai Rasulullah, kami khawatir  musuh kita akan mengira bahwa kita takut melawan mereka di luar kota, maka mereka akan lebih berani dan ganas memerangi kita”.

Akhirnya Rasulullahpun mengambil pendapat orang-orang yang lebih banyak itu, dan meninggalkan pendapatnya sendiri.  Maka keluarlah beliau untuk menghadapi orang Quraisy. Dan berhasil  dg  gemilang.
Pada waktu perang Ahzab beliau menggunakan pendapat Salman Al Farisi.  Sementara pada peristiwa Hudaibiyah, Ummu Salamah istrinya menyampaikan suatu pandangan dan beliau pun menerimanya.
Musyawarah adalah bagian dari  demokrasi.  Maka demokrasi itu bukan barang yg haram dalam Islam.
Add to Technorati Favorites