(Ha Halim Ibnu Hafidz)
Sumber: “Tips Praktis Umrah dan Haji”
Selama menunaikan ibadah haji, rasanya jemaah sulit lepas dari kegiatan belanja. Bahkan ada segelintir orang yang hampir setiap hari keluyuran di pasar atau toko sehabis salat Subuh di Masjidil Haram.
Sudah menjadi adat di Indonesia, setiap jemaah pulang dari berhaji selalu kedatangan tamu, baik kerabat maupun tetangga atau teman-temannya. Lazimnya dihidangkan air zamzam dan oleh-oleh dari tanah suci. Tak lupa memberikan kado untuk orang-orang dekatnya.
Mungkin kebiasaan inilah salah satu yang membuat jemaah haji merasa “wajib” atau afdal untuk berbelanja guna membawa kado atau oleh-oleh buat dibagikan.
Di samping itu, jemaah mungkin merasa punya kelebihan waktu semasa tinggal di kota Mekah (sekitar tiga minggu), juga di Medinah (sekitar seminggu) sebelum atau setelah melakukan ibadah haji di Arafah. Karena memang, setelah menunaikan ibadah haji wajib di Arafah, jemaah tinggal melaksanakan ibadah haji sunat saja dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada.
Yang juga membuat semakin bernapsu untuk berbelanja, di Mekah itu banyak sekali barang yang menarik dengan harga murah. Ada aneka kopiah haji yang cukup bagus dan murah, jam tangan berbagai merek, tasbih lusinan, mainan anak, dan aneka jenis barang lainnya.
Selain itu, banyak tanda mata khas Arab, seperti kacang arab, kurma, minyak wangi, celak mata, rumput fatimah, dan lainnya yang “wajib” dibeli. Emas pun di sini lebih murah dibanding di Jakarta.
Dengan banyaknya jemaah asal Indonesia yang melaksanakan ibadah haji dan umrah (sebagai jemaah haji terbesar di dunia), membuat para pedagang selama musim haji, tampak "akrab" dengan jemaah Indonesia. Banyak pedagang di beberapa pasar yang bisa berbicara bahasa Indonesia beberapa patah kata.
Salah satu pasar yang terkenal adalah Pasar Seng. Sebuah pasar tak jauh dari Masjidilharam yang konon menjadi tempat favorit bagi jamaah Indonesia untuk berbelanja.
Letaknya memanjang mulai dari dekat rumah kelahiran Nabi saw atau area Marwah, ujung tempat sa’i. Di Pasar Seng banyak kios berjajar menjajakan beragam dagangan. Ada kios makanan, termasuk kurma dan kacang arab, pakaian, perlengkapan salat, buku, Al-Quran, bahkan minyak wangi dan mainan anak-anak yang lucu-lucu.
Para pedagang di sana sepertinya begitu kenal dengan wajah orang-orang Indonesia yang lewat di depan kios mereka, layaknya di pasar Tanah Abang Jakarta. Mereka suka memberi salam dan menanyakan kabar. ''Indonesia, apa kabar?''. ''Indonesia, bagus,'' dan berbagai sapaan atau tawaran lainnya dalam bahasa Indonesia.
Rasanya, tidak mahir bicara bahasa Arab pun jamaah Indonesia bisa berbelanja dengan nyaman, meskipun sedikit salah pengertian kadang masih tetap saja ada. Dan kadang-kadang memang perlu bahasa tarzan juga.
Selain itu, para jamaah bisa berbelanja ke pasar-pasar lainnya, yang berjejer di antara hotel (maktab) dan Masjidil Haram. Hampir seluruh area di sekeliling Masjidil Haram penuh oleh pedagang kaki lima dengan jenis barang yang menarik dan harga kaki lima alias murah.
Di sekitar Masjid Nabawi, Madinah, pun sama, tapi jumlahnya tak sebanyak di Mekah. Dan toko-toko di Madinah terkesan lebih berkelas dibanding Mekah. Barangnya pun umumnya lebih bagus. Sementara kedaan lingkungan sekitar lebih rapi dan bersih.
Sedangkan di Mina, pasar-pasar itu berupa pasar dadakan, yang digelar di sepanjang jalan, selain berupa kios-kios permanen. Di pasar jalanan inilah, akan kita dapati aneka ragam barang, mulai dari sayuran sampai barang elektronik.
Made in China
Dari mana asalnya tas, tasbih, sajadah, atau pernak-pernik lain? Kalau diperhatikan lebih seksama, boleh jadi suvenir itu bukan asli buatan Arab Saudi melainkan impor dari Cina, yang kadang-kadang terlihat dari labelnya. Produk buatan Cina merajai suvenir khas Tanah Suci. Bentuknya semacam miniatur Ka’bah, mesjid Madinah, dan ciri khas Arab lainnya, tapi pabriknya ternyata di Cina.
Jangan heran, peci haji, tasbih beragam bentuk dan ukuran, sajadah, jubah, baju abaya (hitam), jam tangan, mainan anak, perhiasan hingga asesoris untuk gadis kecil juga banyak yang berlabel Made in China. Barang-barang itu dijual di sekitar Masjidil Haram di Mekkah dan juga di sekitar Masjid Nabawi Madinah
Harga barang buatan negeri Tirai Bambu itu pun cukup murah, sebagaimana halnya produk serupa di Tanah Air.
Kurma Madinah.
Tapi soal kurma, Cina tak bisa menyaingi Madinah, hehe…
Tak salah jika kota Madinah terkenal sebagai wilayah produsen kurma nomor satu. Hampir di setiap sudut kota terdapat banyak penjual kurma, baik yang dijajakan pedagang kaki lima, toko, ataupun sentra-sentra penjual khusus.
Bila kita melintas di kawasan luar kota, akan tampak deretan perkebunan kurma yang sangat luas. Jadi, apa boleh buat, jika berkunjung ke kota Madinah, jangan lupa membeli kurma
Dalam soal harga pun jika dibandingkan dengan kota-kota lain, semisal Mekah maupun Jeddah, di sini relatif lebih murah, untuk barang yang berkualitas sama.
Pasar Kurma letaknya di pusat kota, tepatnya di kawasan Qurban, dekat Masjid Nabawi. Yang banyak dijual adalah kurma beserta produk olahannya. Jamaah bisa membeli secara eceran maupun secara borongan. Harganya berkisar dari 5 riyal per kg (paling murah) sampai 80 riyal per kg, yaitu kurma Nabi atau kurma Ajwa yang terkenal.
Selain kurma kiloan, ada juga yang sudah dipak, Mulai dari yang paling bagus dalam kaleng, kaca, plastik hingga karton dengan aneka merek. Coba pula kurma yang telah dibuang bijinya, lalu dilapisi cokelat, keju, susu, roti, dan lainnya yang dijual dalam bentuk pak yang menarik. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya
Kurma ajwa merupakan jenis yang banyak diminati jamaah meskipun harganya mahal. Konon, ini adalah kurma kegemaran Nabi Muhammad saw
Tips Berbelanja.
o Barang barang yang umum dibeli jamaah haji di antaranya adalah kurma, tasbih, jilbab, air zamzam, sajadah, perhiasan (emas, imitasi, dll), barang kerajinan logam (tea set), parfum, thobe (jubah pria), buku/kitab, jam tangan, siwak, pacar arab (pewarna kuku), celak mata, dll
o Jangan gunakan waktu terlalu banyak untuk berbelanja. Jemaah umumnya memiliki waktu sekitar tiga minggu di Mekah (selain ibadah ke Arafah). Cukup untuk sekedar berbelanja kebutuhan utama. Di Madinah pun, di sela-sela salat 5 waktu berjamaah, jemaah punya waktu untuk berkunjung ke pasar atau toko.
o Untuk barang suvenir atau oleh-oleh ke Tanah Air sebaiknya dicatat dulu. Lalu belanjalah secara bertahap, sebagian sebagian saat kita pulang dari aktivitas ibadah.
o Belilah barang-barang yang sangat dibutuhkan saja. Barang-barang yang dijual di sana banyak berasal dari negara Cina, Taiwan, Thailand, Jepang, juga sebagian dari Indonesia. Kalau harganya tak jauh beda, kenapa membeli di sana? Bahkan kurma dan beberapa produk khas Arab pun sekarang sudah dijual di banyak kota di Indonesia.
o Untuk barang-barang eks Cina, belilah yang harganya sangat murah atau barang berlambang tanah arab, misalnya jam beker bergambar Masjidil Haram, atau miniatur mesjid Madinah, dan lainnya. Barang-barang berkarakter umum sih mendingan beli di Indonesia nanti.
o Sebelum berangkat, pelajari hitungan dalam bahasa arab (1, 2, 20, 100 dst) dan kalimat-kalimat praktis seperti Kam hadza? (berapa harganya?), Bikam? (berapa?), Laa.. (tidak), dan lainnya (lihat Bab 16). Ini untuk mempercepat komunikasi saat berbelanja.
o Buatlah daftar barang yang dibutuhkan sejak di Tanah Air. Jangan baru mencari-cari barang yang akan dibeli setelah tiba di Tanah Suci. Ada pula jemaah yang sudah membuat daftar belanjaan, seperti pacar arab buat si anu, siwak buat pak anu, gelang emas buat ibu, dan sederetan nama lainnya.
o Lakukan pengamatan, jenis barang apa saja yang ada, di mana yang termurah, di mana lokasi pasar yang komplet dan lainnya. Lakukan saja sambil pulang sehabis beribadah di Masjidilharam atau Nabawi. Atau pasang telinga, biasanya teman jemaah sebelahnya juga suka memberi info bagus.
o Kadang di sana ditemukan barang baru dan lebih cocok untuk diberikan kepada si anu, misalnya. Ya, lakukanlah revisi daftar belanja, kalau perlu.
o Kapan berbelanjanya? Lakukanlah sepulang dari Masjidilharam atau sambil ziarah misalnya, secara bertahap. Sesuaikan dengan waktu yang luang. Bila Anda termasuk rombongan haji Gelombang kedua, berbelanjalah di akhir masa tinggal di sana. Bila jemaah makin sepi menjelang akhir musim haji, banyak pedagang yang "banting harga".
o Lakukanlah tawar menawar harga. Pedagang di Tanah Suci umumnya memasang harga yang masih bisa ditawar. Tawarlah mulai dari setengah harga. Kalau perlu sampai 30 persennya dulu bila terasa dia membuat harga penawaran terlalu tinggi.
o Bila Anda bersantap misalnya, lalu ditagih dengan harga yang tidak wajar (tiga atau empat kali lipat lebih mahal) mintalah kuitansinya (fakturah). Pedagang itu biasanya akan berpikir seribu kali, karena hal itu haram dilakukan pedagang (akan kena sangsi pemerintah). Dia akan menurunkan harganya atau Anda akan dibebaskan tak membayar, meskipun dengan cara diusir pedagang itu.
o Khusus untuk wanita, berbelanjalah secara berombongan. Ini untuk menghindari hal yang tak diinginkan karena pedagang (toko) di Arab umumnya adalah laki-laki. Jangan terlalu jauh masuk ke bagian dalam toko. Asal diketahui, wanita penduduk Saudi Arabia umumnya berpakaian abaya hitam tertutup penuh, kecuali bagian matanya. Jadi, wanita yang berpakaian lebih “terbuka” bisa mengundang banyak sorotan mata para lelaki di sana.
o Ingatlah ketentuan batas maksimum barang yang boleh dibawa ke dalam pesawat terbang. Jika kelebihan, terpaksa barang harus dikeluarkan. Seandainya kelebihannya cukup banyak maka sebaiknya mencari agen jasa pengiriman barang dahulu dengan biaya pengiriman paket yang cukup lumayan.
No comments:
Post a Comment